
Penulis: Abdul Fatah, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tompotika Luwuk
KILAS BANGGAI.COM- Pemilihan umum adalah proses demokrasi sebagai sarana untuk merealisasikan prinsip kedaulatan rakyat. Pemilihan umum merupakan mekanisme penting dalam sistem demokrasi yang memberi ruang bagi rakyat untuk mengakses hak politiknya khususnya hak dipilih dan memilih.
Pada dasarnya, prinsip Pemilu diselenggarakan secara mandiri, proporsional, jujur, dan berkepastian hukum. Semua prinsip ini bertujuan untuk memastikan tercapainya pelaksanaan hak politik setiap warga negara yang telah termanifestasikan dalam UUD NRI 1945.
Dalam sistem presidensial, Presiden dan Wakil Presiden yang telah dipilih oleh rakyat akan memiliki legitimasi secara politik.
Perlu dipahami bahwa Indonesia menganut sistem multi-partai yang berkorelasi dengan pecalonan Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana ditemukan makna multi partai tersebut di dalam Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945.
“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilih umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum”.
Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum menyebutkan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik perserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilihan legislatif sebelumnya.
Sesungguhnya dengan adanya presidential threshold sebagaimana terkandung dalam Pasal 222 di atas telah melukai citra dan marwah demokrasi. Karena spirit yang terkandung dalam Pasal 6A ayat (2) UUD tidak menjelaskan sedikit pun terkait presentase angka kursi DPR dan suara DPR, namun Pasal 222 tersebut memasukan presentase angka kursi DPR dan suara DPR, tentunya hal ini merupakan penyimpangan dari nilai-nilai konstitusi.
Sebagaimana teori Hans Kelsen dalam hierarki peraturan perundang-undangan bahwa norma yang berada di bawah tidak dapat bertentangan dengan norma di atasnya.
Presidential threshold yang tertuang dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sangat bertentangan dengan nilai demokrasi. Sebab, keberadaan presidential threshold telah menimbulkan konflik norma atau pertentangan dalam merumuskan norma.
Keberadaan ambang batas sendiri telah menghilangkan hak konstitusional partai politik sebagai peserta Pemilu, dan berpengaruh pada terbatasnya calon Presiden dan Wakil Presiden yang diususng partai politik.
Sehingga adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang diajuakan Erika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna merupakan kado terindah untuk menata kembali nilai-nilai demokrasi yang sebelumnya dikebiri oleh ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
Hal ini merupakan jawaban dari doa yang selama ini diharapkan oleh rakyat yang sebelumnya mengajukan judicial review terkait presidential threshold yang kerap kandas pada legal standing pemohon.
Tentunya hal ini juga tidak lepas dari peran serta berbagai kalangan yang sampai hari ini secara konsisten menolak adanya presidential threshold.
Kado nol persen dari Mahkamah Konstitusi menumbuhkan sebuah resolusi yang menegaskan kesetaraan hak politik kaum buruh, petani, dan rakyat miskin kota, yang selama ini ikut serta secara terang-terangan berjuang menentang sebuah sistem Pemilu bernama presidential threshold.
Putusan Mahkamah Konstitusi adalah kemenangan rakyat dan wajib dirayakan sebagai bagian dari garis perjuangan politik. Penghapusan presidential threshold juga harus disambut dengan gegap gempita menuju masa depan demokrasi yang lebih cerah dan makmur.
Suara buruh, petani, dan rakyat miskin kota kini memiliki kedudukan dan kekuatan politik. Mereka kini setara dalam memilih bahkan dipilih sebagai nahkoda di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketukan palu Mahkmah Konstitusi mencetak sejarah baru, dan patut diacungi jempol karena memberikan wajah baru keadilan dan kesetaraan politik dalam sebuah sistem Pemilu yang luhur demi mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. (*)
Discussion about this post